Sejujurnya, dalam rencana, museum layang-layang merupakan museum-museum terakhir yang akan dikunjungi. Namun ternyata rencana berubah begitu saja. Justru setelah kevakuman, ternyata museum layang-layang yang pertama kami jelajahi.
Berdasarkan informasi yang saya dapat dari internet, awalnya saya merasa kurang semangat untuk mengunjungi museum ini. Tapi, ternyata museum ini cukup memuaskan! Maka itu saya tetapkan museum layang-layang termasuk museum favorit selain museum gajah.
Museum ini dikelola oleh swasta. Pendiri dan pemiliknya yaitu Ibu Endang W Puspoyo . Peletakan batu pertama dalam pembangunan museum ini pada tahun 2000 dan diresmikan tahun 2003
Lokasi museum ini berada di tengah pemukiman penduduk di daerah sekitar Pd Labu, Jakarta Selatan. Area museum layang-layang ini terbagi dalam beberapa kavling. Bahkan pemilik museum-nya pun tinggal di sini. Dari pintu gerbang museum, akan ada loket di sebelah kanan lalu ketika masuk ke dalam ternyata di sebelah kanan adalah rumahnya anak pemilik museum, di sebelah kiri kalian akan ada beberapa ruangan yang mungkin terkait dengan urusan museum. Sedangkan museum-nya berada di tengah area itu. Sedangkan di pojok sebelah kanannya terdapat area pembuatan keramik, ruangan jual souvenir, lalu jalan menuju rumah pemilik museum. Di sini disediakan juga mushalla, panggung kecil, dll.
Ah! Mungkin kalian akan bingung membaca gambaran denah dari saya ya. Hahaha
Ruang Museum (tampak depan) |
Jalanannya (aspalnya) dipenuhi dengan gambar layangan |
Dilihat dari segi arsitekturnya *sok ngerti*, saya sangat suka dengan bangunan-bangunan seperti ini. Yaitu unsur tradisional. Bangunan ini memang banyak dipenuhi dengan ukiran dan kayu-kayu jati sebagai tiangnya, temboknya, tempat duduknya, dan sebagainya. Bahkan di teras rumah anak pemilik museum, terdapat kereta keraton; yang berdasarkan kata guide museum, kereta tersebut didatangkan langsung dari solo.
Harga tiket masuk museum layang-layang mungkin jauh lebih mahal dibanding museum lain. Tapi menurut saya, masih sangat terjangkau. Dengan membayar tiket masuk Rp.10.000, kalian akan menonton film tentang layang-layang, kemudian dilanjutkan berkeliling museum dengan didampingi guide, lalu diakhiri dengan melukis layangan kecil (bentuknya kayak layangan yang biasa dimainin itu loh). Tapi, kegiatan akhir ini -melukis layang- tidak saya ambil karena tidak tau mau melukis apa (red-gak bisa gambar) hahaha.
Dari segi service, saya sedikit agak surprise. Memang sebelumnya saya tau bahwa di museum ini akan menonton film namun saya pikir mungkin itu tidak akan saya dapatkan karena saya ke museum ini hanya berdua. Dalam benak saya: "Ya kali cuma berdua nontonnya". Eh, ternyata kami memang tetap difasilitasi untuk menonton film tersebut. Mungkin itu sudah SOP nya kali ya :D
Ruangan Menonton Film tentang Layang-Layang |
Dalam lomba, biasanya ditentukan temanya. Jadi nanti para peserta akan berkreativitas untuk membuat design layang tersebut. Pembuatan layangan pun tidak mudah. Harus memperhitungkan tempat angin, dsb. Oleh karena itu, dibutuhkan ilmu matematika dalam proses pembuatannya. Tahapan membuat layangan adalah dengan membuat kerangka, merakit, mengelem, lalu terakhir menggambar. Sebelum ikut lomba, layangan akan dites terlebih dahulu apakah sudah sempurna atau belum. Biasanya layangan tersebut akan dites di ancol atau di sekitaran cinere.
Dalam menerbangkan layangan, diperlukan pendampingan oleh pawang hujan dan pawang angin. Harus dua-duanya. Misalkan hanya menggunakan pawang hujan, nanti bisa-bisa tidak ada angin. Begitu pun sebaliknya; jika hanya menggunakan pawang angin nanti malah terjadi hujan, karena angin kan membawa hujan. Namun lokasi yang dipastikan cocok untuk menerbangkan layangan yaitu di pantai.
Layang-layang pun banyak yang dibuat terkait dengan mitos atau legenda yang ada di setiap daerah. Oleh karena itu, dalam menerbangkan layang-layang tertentu (yang merupakan bentuk perwakilan dari sebuah cerita/dongen/mitos) diperlukan ritual khusus. Jika tidak ada ritual biasanya ada hal yang menghalangi untuk menerbangkan layangan tersebut. Misal, tidak akan ada angin atau ada saja yang kerasukan. Biaya ritual terkadang jauh lebih mahal dibandingkan pembuatan layang itu sendiri. Menurut guide museum, ia pernah dengar pembuatan layangan Janggan dan ritualnya menghabiskan sekitar 40 juta rupiah. Dikatakan terkadang lebih mahal biaya ritual daripada pembuatan layangannya.
Layangan yang digunakan oleh nelayan untuk menangkap ikan di laut (kalo gak salah inget di daerah Lampung). Layangannya terbuat dari kantong plastik kresek loh! |
Layangan Sumbawa |
Layangan Naga dari Yogyakarta |
Layangan Penari Burung Merak (Jawa Barat). Tangannya itu 2 dimensi. Kalau layangan ini diterbangin nanti tangan penarinya akan bergerak-gerak. Terlihat menari beneran. |
Layangan dari Jepara(kalau layangannya terbang, rodanya akan berputar) |
Layangan dari Sumatera Utara (kiri atas dan kanan atas) |
Layangan Wow Merak dan Wow Bulan (Malaysia) |
Layangan yang menggambarkan pengantin perempuan (Kalimantan) |
Alat ini nanti diletakkan dibelakang layangan (gambar diatasnya) agar layangan menghasilkan bunyi |
*Foto : @ranihendrianti
AYO KE MUSEUM!
Alamat : Jl. H. Kamang No.38, Pd. Labu, Jakarta Selatan
Jam Operasional : Selasa - Minggu, 09.00 - 16.00
Komentar
Posting Komentar